Namun semakin bertambah besar dan bertambahnya ilmu dan
wawasan yang kumiliki, aku mulai mengerti bahwa kepahlawanan bukanlah tentang
perjuangan bersenjata untuk meraih kemerdekaan saja, melainkan tentang perbuatan
yang berarti bagi orang lain dan juga bagi diri sendiri.
Setiap individu pasti memiliki seseorang yang dianggap
sebagai pahlawan baginya. Dan sosok pahlawan bagi individu yang satu bias jadi berbeda
dengan pahlawan bagi individu lainnya. Guru adalah pahlawan dalam memberantas
ketidaktahuan dan mencerdaskan bangsa. Dokter adalah pahlawan bagi mereka yang
sedang sakit. Tukang sol sepatu adalah pahlawan bagi mereka yang sepatunya
rusak namun enggan untuk membeli sepatu. Tukang sayur adalah pahlawan bagi
ibu-ibu rumah tangga yang kesulitan mencari sayuran dan bahan pangan, karena
letak pasar jauh dari pemukiman misalnya. Orang tua juga merupakan pahlawan
bagi anak-anaknya. Siapa pun di sekitar kita adalah pahlawan.
Tanpa kita sadari, kita sendiri pun sesungguhnya adalah
pahlawan, terutama bagi diri kita sendiri. Ketika kita melawan rasa malas untuk
belajar dalam menghadapi ujian sekolah dan bertekad kuat untuk belajar hingga
akhirnya kita sukses melalui ujian itu, maka saat itu kita adalah pahlawan bagi
diri sendiri. Kemudian kita memotivasi teman agar belajar dengan tekun dan
membagikan trik-trik belajar yang sukses atau menularkan kebiasaan-kebiasaan
baik kita, maka saat itu kita merupakan pahlawan bagi teman kita itu.
Dan di antara para pahlawan di dunia ini, ibu adalah
pahlawan nomor satu bagiku. Tanpa dia, aku bukanlah apa-apa. Ia menjadi
perantara kelahiranku di dunia ini. Dia adalah pahlawan yang berjuang sekuat
tenaga dan bahkan nyaris kehilangan nyawanya ketika melahirkanku. Pahlawan itu yang
pertama kali mengenalkanku pada aksara, angka, dan berbagai ilmu dasar sebelum
pahlawan lain, yang disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, megajariku di
sekolah. Ia pula yang menjaga dan merawatku ketika aku sakit, sebelum dokter
memeriksa penyakitku. Ia senatiasa tanpa lelah mengiringi setiap langkahku
dengan doa dan dorongan semangat. Dia adalah motivator, inspirator, dan
konsultan utama di sepanjang riwayat hidupku ini.
Ibu adalah orang pertama yang membuka mata di pagi hari,
menyiapkan sarapan dan segala keperluan bagi anak dan keluarganya. Dan ia pula
yang terakhir kali memejamkan mata setelah yang lain tidur. Mengutip salah satu
kalimat hebat dari buku Tere Liye:
“Jika kau tahu sedikit saja apa yang telah seorang ibu lakukan untukmu, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian.”
Ya. Itu memang benar.
Ibu…
Kasih sayangnya, didikannya, dan pengorbanannya amatlah
berarti dalam setiap hembusan nafasku. Ibu adalah pahlawanku, sejarahku, dan
hidupku. Dan aku ingin menjadi seperti
dia. Menjadi pahlawan bagi anak-anakku kelak, bagi keluargaku, agamaku,
bangsaku, negaraku, dan bagi bumi ini.
Tanpa ibu, takkan lahir para pahlawan di muka bumi ini.
Tanpa ada Hawa, takkan ada manusia lain selain Nabi Adam di dunia ini. Tanpa
Siti Aminah, takkan lahir Nabi Muhammad SAW. Tanpa Ibu Nelson Mandela, tak
mungkin lahir pahlawan anti-apartheid di Afrika Selatan. Tanpa
Ibunda Soekarno, takkan ada pahlawan dengan semangat nasionalisme yang tinggi seperti Soekarno dan mungkin, bisa jadi Indonesia
belum merdeka sampai saat ini.
Ibu, dialah pahlawan dari semua pahlawan.
Tulisan ini diikutsertakan di dalam #SGANia bulan November 2014